Sleman, SiRekan
Beberapa waktu lalu, tagar #KaburAjaDulu sempat menjadi trending topic di berbagai media. Tagar ini menyeru masyarakat—utamanya generasi muda—untuk meninggalkan tanah air dan berkarir atau belajar di luar Indonesia. Kondisi dalam negeri yang belum sepenuhnya mendukung untuk aktivitas pengembangan diri, baik secara personal maupun kolektif, menjadi alasan utama. Titik kulminasinya tak lain adalah berkumandangnya tagar #IndonesiaGelap sebagai ekspresi publik atas kesemrawutan yang muncul dewasa ini. Tentunya, fenomena ini mesti turut direspon secara tanggap oleh masyarakat pesantren.
Sejatinya, kesadaran pesantren untuk turut berkontribusi positif bagi masyarakat dunia (global society) telah kian berkembang dari masa ke masa. Kita bisa menengok pada bagaimana pesantren terus menebar benih-benih dan kader-kadernya ke seluruh penjuru dunia. Kini, santri-santri Indonesia telah tersebar di seluruh penjuru benua. Tak hanya negeri Timur Tengah (middle east) semata yang identik dengan Islam, para santri juga berhasil melanglang buana ke Australia, Eropa, Afrika, bahkan hingga Amerika. Fenomena menggembirakan ini seakan mengejawantahkan sabda Nabi Muhammad SAW, “Tuntutlah ilmu walau hingga ke negeri Cina.”
Tantangan masa depan
Tantangan bagi para santri ke depan akan semakin berat. Menyitir pendapat Daniel Bell, di abad 21 ini setidaknya terdapat lima tantangan krusial, yaitu integrasi ekonomi, fragmentasi politik, interdependensi, teknologi modern, serta penjajahan budaya. Kelimanya haruslah dihadapi dengan penuh optimisme serta kesadaran akan pentingnya sinergi dan kolektivitas. Kini, menjadi santri bukan berarti sekadar bergumul dengan praktik-praktik ritual, melainkan juga harus berani move on untuk berkontribusi secara luas bagi kemaslahatan umat. Kaum santri sebagai golongan cerdik pandai dengan bekal tempaan agama harus menyadari posisi dan potensinya sebagai seorang change maker.
Bekal keilmuan yang telah didalami selama masa pendidikan di pesantren harus tumbuh subur di lahan konkrit. Masyarakat dunia kini menantikan sumbangsih nyata yang dapat pesantren berikan dalam menyikapi isu-isu global. Pemanasan bumi (global warming), perubahan iklim, transisi energi, perdamaian konflik, redistribusi gizi, ekualitas gender, serta penguatan partisipasi wanita merupakan contoh beberapa isu serius yang segera menuntut solusi nyata. Karenanya, penting untuk menempatkan santri pada bidak-bidak strategis. Santri perlu untuk mendapatkan ruang tampil di level global yang lebih luas, leluasa, sekaligus terbuka. Tentu, pesantren bertanggung jawab untuk membuka kran-kran kesempatan bagi para santri untuk memperoleh mimbar di panggung luar negeri.
Bahasa sebagai kebutuhan
Selain bekal keilmuan, pesantren yang berkomitmen untuk menebar para santrinya ke pelosok dunia juga harus memperhatikan aspek keterampilan berbahasa asing. Tinggal di negeri orang tentu akan berhadapan dengan masyarakat baru dengan model dan gaya komunikasi yang lebih multikultural. Selain sebagai alat komunikasi, keterampilan berbahasa asing juga bermanfaat untuk menunjang kesuksesan studi ataupun pekerjaan di negara tersebut. Pemahaman kebahasaan yang baik tentu akan mempermudah para santri dalam memahami konteks masyarakat yang didiami, sehingga dapat mempercepat adaptasi budaya serta inisiasi kerja-kerja kolaborasi.
Guna mendukung peningkatan kapasitas berbahasa ini, penting kiranya bagi pesantren untuk menyadari krusialnya penguasaan bahasa asing. Pesantren dapat mulai merintis unit pengembangan bahasa (UPB) sebagai ikhtiar yang dapat ditempuh. Bagi pesantren tradisional yang belum menyediakan kurikulum bahasa asing, unit ini dapat menjadi penyedia layanan kebahasaan bagi para santri yang membutuhkan pendampingan. Bentuk layanan yang ditawarkan dapat berupa persiapan tes bahasa asing seperti TOEFL, IELTS, TOEIC, TOAFL, serta tes kebahasaan lainnya. Selain itu, pendampingan cross cultural understanding atau pemahaman lintas budaya juga semestinya menjadi bagian yang disertakan.
Melalui kehadiran UPB di lingkungan pesantren, asa bagi santri-santri Indonesia untuk dapat menimba ilmu di benua lain menjadi semakin terbuka. Dakwah Islam yang santun sebagaimana diajarkan di pesantren-pesantren tanah air dapat diimplementasikan di berbagai negara. Alhasil, Indonesia memiliki kans lebih untuk menunjukkan kontribusinya bagi perdamaian dunia (global peace) lewat tangan para santri. Karenanya, dukungan dan sinergi antara pesantren dengan pemerintah perlu dijalin erat. Keduanya adalah dua mata berlian yang hanya akan berkilauan bila berjalan selaras dan seirama, bukan sendiri-sendiri atau bahkan saling menjauhi.
Kontributor: M. Khoirul Imamil M
Editor: Aji Santoso
Foto: Dok. PP Inayatullah Sleman
Desainer: Michael Andi