Malang, SiRekan
Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia bukan sekadar simbol atau dokumen historis yang disimpan dalam lembaran konstitusi. Ia adalah fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara yang seharusnya dihayati dan diimplementasikan dalam keseharian setiap warga negara, termasuk oleh Generasi Alpha seiring generasi yang tumbuh di tengah derasnya arus digitalisasi.
Para pemikir dan ahli telah banyak mengulas pentingnya ideologi dalam membentuk arah dan karakter sebuah negara. Frans Magnis Suseno, misalnya, dalam ‘Filsafat Sebagai Ilmu Kritis’, menjelaskan bahwa ideologi adalah sistem berpikir, nilai-nilai, dan sikap dasar rohaniah yang menggerakkan individu dan kelompok sosial. Sementara Antonio Gramsci bahkan menyebut ideologi sebagai kekuatan yang “mengatur” cara manusia berpikir dan bertindak, memberi kesadaran akan posisi dan perjuangan hidupnya. Ideologi, dengan kata lain, bukan sekadar gagasan, tapi juga pemandu jalan.
Pancasila telah melalui perjalanan panjang: dari masa Orde Lama, Orde Baru, hingga era Reformasi dan digital saat ini. Namun, tantangan zaman seakan menggerus nilai-nilainya secara perlahan tapi pasti. Kebebasan berpendapat yang dulu dijunjung kini mulai dibatasi. Nilai gotong royong yang dulu membudaya kini mulai luntur. Apakah ini pertanda bahwa Pancasila mulai kehilangan relevansinya di tengah masyarakat?.
Kekhawatiran ini semakin terasa ketika melihat realitas Generasi Alpha, generasi digital yang begitu fasih menggunakan teknologi, namun justru semakin jauh dari nilai-nilai dasar Pancasila. Mereka tumbuh dengan internet di genggaman, tetapi sering kali kehilangan interaksi sosial yang nyata. Anak-anak kini lebih akrab dengan gawai daripada bermain di luar rumah bersama teman sebayanya. Rasa hormat kepada orang tua dan guru pun mulai tergerus, tergantikan oleh budaya instan yang dibentuk media sosial.
Tak hanya itu, dominasi produk digital asing juga secara tidak langsung mengikis kecintaan terhadap produk lokal. Bukan karena Generasi Alpha tak peduli, tapi karena bangsa ini belum cukup kuat bersaing dalam industri digital global. Ini adalah tantangan besar yang tak bisa diabaikan.
Di tengah situasi ini, organisasi-organisasi pelajar seperti Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) memiliki peran strategis. Sebagai bagian dari Nahdlatul Ulama organisasi Islam terbesar di Indonesia IPNU-IPPNU harus menjadi garda terdepan dalam merawat nilai-nilai Pancasila. Mereka harus memastikan bahwa nilai-nilai kebangsaan dan keislaman tetap hidup dalam diri generasi muda.
Peran ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pimpinan di tingkat pusat, tetapi harus ditopang secara kolektif hingga ke tingkat ranting dan komisariat. Menanamkan nilai-nilai keislaman dan kebhinekaan tidak cukup dengan ceramah atau slogan, melainkan harus diwujudkan dalam gerakan nyata yang menyentuh kehidupan anggota secara langsung.
Pancasila dan Generasi Alpha tidak boleh saling menjauh. Justru keduanya harus didekatkan melalui pendekatan yang relevan dengan zaman. Jika tidak, maka bukan tidak mungkin ideologi bangsa ini hanya akan tinggal nama, dan Generasi Alpha akan tumbuh tanpa akar nilai yang membimbing mereka sebagai warga negara Indonesia.
Kontributor: Ahmad Turmudzi
Editor: Ikbar Zakariya