Tanggal 28-31 Mei 2025, Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PP IPNU) menghelat kegiatan Latihan Kader Nasional (Laknas) serta Pendidikan dan Pelatihan Nasional (Diklatnas). Kegiatan ini berlangsung di Asrama Haji Yogyakarta, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Mengusung tema “Sustainable Leadership: Navigating the Future”, PP IPNU berkomitmen untuk melahirkan kader pemimpin masa depan berkualitas. Mengutip pernyataan Ketua Umum PP IPNU, Muh. Agil Nuruzzaman bahwa, “Sosok pemimpin yang lahir dari IPNU bertanggung jawab untuk merawat tradisi di samping menjawab tantangan zaman modern.”.
Sebagai bagian dari IPNU di level akar rumput, penulis secara pribadi menyambut positif terselenggaranya Latnas dan Diklatnas ini. Keseriusan dan komitmen IPNU dalam melakukan proses regenerasi kepemimpinan layak diacungi jempol.
Nahdlatul Ulama secara nyata membuktikan diri sebagai ormas keislaman terbesar yang konsisten menyumbang generasi pemimpin terbaik bangsa Indonesia. Sebagai bagian dari darah daging NU, IPNU melalui tema futuristik dalam Latnas dan Diklatnas ini memperjelas lambang kevisioneran IPNU dalam melahirkan pemimpin terbaik.
Urgensi Kepemimpinan Berkelanjutan
Dewasa ini, kebutuhan akan model kepemimpinan berkelanjutan (sustainable leadership) memang kian mengemuka. Terlebih, di tengah dinamika dan progresivitas zaman yang berjalan begitu pesat, lahirnya sosok pemimpin masa depan yang paham akan keberlanjutan tak bisa lagi dipungkiri.
Alan S. Gutterman (2023) menjelaskan sosok sustainable leader adalah figur inspirator, sekaligus motor penggerak bagi lahirnya solusi-solusi inovatif jangka panjang. Visi utama dari kepemimpinan berkelanjutan ialah terwujudnya tatanan dunia yang lebih baik (lead to the better world).
Dalam rangka mewujudkan visi besar itu, seorang sustainable leader memiliki beberapa tanggung jawab pengembangan kebiasaan (tradisi) yang mesti tumbuh di dalam organisasi atau kelompoknya. Gutterman menyebut beberapa hal krusial, di antaranya
- Pengetahuan lintas disiplin dan sistemik
- Kecerdasan emosional dan sikap peduli
- Pemahaman akan nilai-nilai luhur yang mesti membiak dan membudaya
- Visi kuat untuk menghadirkan perubahan
- Gaya kepemimpinan inklusif terpercaya
- Kemauan untuk berinovasi hingga ke akar-akar organisasi, serta
- Persepsi jangka panjang bagi terciptanya dampak positif.
Tinjauan dan rekomendasi Gutterman tersebut dapat menjadi pijakan generasi pelajar NU dalam menavigasi arah kepemimpinannya. Kehendak untuk melahirkan pemimpin masa depan yang sustainable sedianya memang menuntut aksi-aksi jangka panjang, alih-alih aksi spontan tanpa rencana matang yang dampaknya sakjet saknyet (tiba-tiba).
Bebas dari Bias Politik
Sebagai penutup, penulis ingin menegaskan agar visi besar PP IPNU hari ini bisa bebas dari bias politik. Jangan sampai niatan mulia untuk melahirkan kader-kader sustainable leader sekadar menjadi tangga menuju panggung politik.
Pemimpin masa depan, sebagaimana dianjurkan Gutterman mesti memiliki karakter inklusif dan cara pandang lintas disiplin. Ia merupakan sosok pemimpin yang mampu melihat berbagai persoalan, sekaligus medan juang yang mesti ditempuh.
Jangan sampai IPNU menarik diri terlalu dalam ke arena perpolitikan sehingga bernasib sama seperti ormas-ormas keislaman lain. Sekali IPNU lahir sebagai benteng ulama, selamanya ia akan tampil sebagai penjaga dan penerus semangat keulamaan. IPNU bukan kendaraan politik!
Selamat berdiklat, semangat berbakti untuk umat!
Penulis: M. Khoirul Imamil M, Anggota Departemen Pendidikan PR IPNU Sriwedari
Editor: Fahri Reza