Nganjuk, Sirekan
Bulan ramadan bukan hanya sekadar waktu untuk berpuasa, tetapi juga bulan yang penuh keberkahan karena di dalamnya terjadi peristiwa bersejarah bagi umat Islam, yaitu Nuzulul Quran. Peristiwa agung ini menjadi titik awal turunnya wahyu Allah kepada Rasulullah ﷺ sebagai petunjuk bagi seluruh manusia.
Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 185:
شَهۡرُ رَمَضَانَ الَّذِىۡٓ اُنۡزِلَ فِيۡهِ الۡقُرۡاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَ بَيِّنٰتٍ مِّنَ الۡهُدٰى وَالۡفُرۡقَانِۚ
Artinya: “Bulan ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Alquran sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan mengenai petunjuk itu, dan pembeda (antara yang benar dan yang batil).” (QS. Al-Baqarah: 185)
Dalam banyak riwayat, disebutkan bahwa wahyu pertama yang turun kepada Rasulullah ﷺ adalah Surah Al-‘Alaq ayat 1-5, yang terjadi pada malam yang dikenal sebagai Lailatul Qadar, suatu malam yang lebih mulia dari seribu bulan. Turunnya Alquran di bulan ramadan menjadi bukti keistimewaan bulan ini, sehingga ia juga disebut sebagai Syahrul Quran (bulan Alquran).
Teladan Para Ulama dalam Menghidupkan Alquran di Bulan Ramadan
Kesadaran akan keutamaan Alquran di bulan ramadan telah mendorong para ulama untuk menghidupkan malam-malam mereka dengan tilawah dan tadabbur. Salah satu kisah inspiratif datang dari Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i rahimahullah, yang disebutkan oleh muridnya, Ar-Rabi’ bin Sulaiman:
كَانَ الشَّافِعِيُّ يَخْتِمُ القُرْآنَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ سِتِّيْنَ خَتْمَةً
Artinya: “Imam Syafi’i biasa mengkhatamkan Alquran di bulan ramadan sebanyak 60 kali.” (Siyar A’lam An-Nubala’ karya Al Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz Dzahabi rahimahullah w. 748 H/1374 M).
Bahkan, para ulama lain seperti Imam Abu Hanifah dan Imam Malik juga dikenal memperbanyak interaksi dengan Alquran di bulan ramadan. Hal ini menunjukkan bahwa ramadan bukan hanya bulan puasa, tetapi juga bulan untuk menghidupkan kembali hubungan kita dengan kitab suci ini.
Refleksi Nuzulul Quran: Menjadikan Alquran sebagai Cahaya Hati
Salah satu pelajaran penting dari Nuzulul Quran adalah bagaimana Alquran mengubah kehidupan, dari kegelapan menuju cahaya, dari kesesatan menuju petunjuk, dari kehancuran menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dalam hal ini, As-Syaikh Ahmad Isa Al-Ma’asharawy hafidzahullah menyampaikan nasihat yang sangat dalam tentang keutamaan Alquran:
نزل جبريل بالقرآن فأصبح جبريل أفضل الملائكة
و نزل القرآن على محمد فأصبح محمد سيد الخلق
و جاء القرآن إلى أمة محمد فأصبحت أمة محمد خير أمة
و نزل القرآن في شهر رمضان فأصبح رمضان خير الشهور
و نزل القرآن في ليلة القدر فأصبحت ليلة القدر خير الليالي
فماذا لو نزل القرآن في قلوبنا؟
Malaikat Jibril turun ke bumi untuk Alquran, maka beliau menjadi malaikat yang paling utama.
Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ, maka beliau menjadi pemimpin seluruh makhluk.
Alquran diwujudkan untuk umat Nabi Muhammad ﷺ, maka mereka menjadi umat yang terbaik.
Alquran diturunkan pada malam Lailatul Qadar, maka malam itu menjadi malam terbaik.
Alquran diturunkan di bulan ramadan, maka bulan itu menjadi bulan terbaik.
Maka bagaimana jika Alquran bersemi di dalam hati kita?
Inilah pertanyaan yang harus kita renungkan. Jika segala sesuatu yang disentuh oleh Alquran menjadi mulia, maka bagaimana jika kita menjadikan Alquran sebagai bagian dari hidup kita?
Kesimpulan: Membumikan Alquran dalam Kehidupan
Momentum Nuzulul Quran dan kemuliaan bulan ramadan seharusnya menjadi titik balik bagi kita untuk lebih dekat dengan Alquran. Bukan hanya membacanya, tetapi juga memahami maknanya dan mengamalkan ajarannya dalam kehidupan sehari-hari.
Ada tiga langkah sederhana yang bisa kita lakukan untuk membumikan Alquran dalam hidup kita:
- Membaca Alquran setiap hari, meskipun hanya beberapa ayat.
- Mempelajari tafsir dan maknanya, agar kita memahami pesan Allah.
- Mengamalkan kandungannya, sehingga Alquran benar-benar menjadi pedoman dalam setiap aspek kehidupan kita.
Jika para malaikat, nabi, umat Islam, malam, dan bulan menjadi mulia karena Alquran, maka jadikanlah hati kita mulia dengan Alquran. Biarkan ia bersemi di hati kita, menerangi langkah-langkah kita, dan mengantarkan kita menuju kebahagiaan hakiki, di dunia maupun akhirat.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Penulis: Rihan Aprianto, Wakil Ketua Bidang Dakwah PC IPNU Nganjuk.