Menjelang peringatan Hari Santri Nasional (HSN), publik dikejutkan oleh tayangan salah satu program di Trans7 yang dinilai telah melakukan penghinaan serius dan sistematis terhadap kehormatan ulama sepuh, khususnya Romo KH. Anwar Manshur, Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, sekaligus Rais Syuriah PWNU Jawa Timur.
Tayangan yang kemudian beredar luas di media sosial itu menuai kecaman keras dari berbagai elemen masyarakat, terutama dari kalangan santri, alumni pesantren, dan aktivis Nahdlatul Ulama (NU). Narasi yang disajikan, lengkap dengan visual dan caption yang merendahkan, dinilai bukan sekadar kesalahan teknis, melainkan upaya framing jahat yang merusak marwah pesantren dan kehormatan para kiai.
Sebagai seorang santri yang tumbuh besar di lingkungan Pondok Pesantren NU, sekaligus aktivis pelajar NU, saya menyampaikan rasa kecewa yang mendalam. Menjelang Hari Santri, Trans7 justru menghadirkan kado pahit yang melukai perasaan umat.
Narasi yang dibacakan dengan gaya merendahkan serta disertai visualisasi yang menyesatkan secara jelas telah membangun citra negatif terhadap para kiai. Ini bukan sekadar salah tayang, ini penghinaan. Sebuah narasi yang ngawur dan berbahaya, yang berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap ulama dan lembaga pesantren.
Tuntutan Tegas kepada KPI dan Trans7
Sebagai bentuk tanggung jawab moral dan kecintaan kepada para kiai serta lembaga pesantren, kami mendesak:
- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat agar segera bertindak tegas dan mendesak pihak redaksi Trans7 untuk bertanggung jawab penuh atas kelalaian fatal ini. Sanksi tegas harus dijatuhkan agar pelecehan terhadap simbol agama dan budaya tidak terulang di masa mendatang.
- Manajemen Trans7 untuk segera menyampaikan permintaan maaf resmi dan terbuka kepada keluarga besar Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. Terutama kepada KH. Anwar Manshur atas kerugian moral yang telah ditimbulkan.
- Permintaan maaf tersebut harus ditayangkan secara resmi di seluruh platform Trans7, baik melalui siaran televisi maupun media sosial, sebagai bentuk tanggung jawab publik yang setara dengan besarnya dampak yang telah ditimbulkan.
Kami tidak akan tinggal diam. Kiai dan pesantren adalah benteng moral bangsa. Kami menuntut permintaan maaf yang tulus dan terbuka, serta menyerukan agar seluruh media massa lebih bijak, profesional, dan beretika dalam menayangkan konten yang berkaitan dengan institusi keagamaan.
Penulis: Ade Shohibbul Khafidz, Santri NU, Pelajar Nahdlatul Ulama
Editor: Achmad Subakti