Sambutan Ketua PAC IPNU Kecamatan Labuapi – Kholil Ghibran

Lombok Barat, SiRekan

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulilah, puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena atas rahmat dan hidayah-Nya, kita bisa berkumpul dalam forum diskusi yang sangat bermanfaat ini. Salawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw., keluarga, sahabat, dan kita sebagai umatnya hingga akhir zaman.

Saya, Kholil Ghibran selaku Ketua PAC IPNU Kecamatan Labuapi, merasa bersyukur dan bangga karena pada momentum Hari Pendidikan Nasional ini kita mampu menyelenggarakan “Diskusi Tokol Besile” yang mengangkat tema strategis, “Peran Pelajar NU dalam Menghadapi Pendidikan di Era Gen Z”. Tema ini sangat relevan karena kita sebagai pelajar Nahdlatul Ulama, selain sebagai pelajar pada umumnya, juga punya tanggung jawab moral dan kultural untuk menjawab tantangan zaman.

Hari Pendidikan Nasional bukan hanya seremonial, tetapi momen reflektif. Kita sebagai pelajar NU harus merenungi apa peran kita dalam mengisi ruang-ruang pendidikan yang kini dipenuhi tantangan digital, budaya instan, dan krisis karakter? Maka, diskusi ini adalah bentuk kesadaran kolektif bahwa pelajar NU tidak boleh menjadi penonton di era Gen Z, tetapi menjadi aktor utama perubahan.

Semoga forum ini menjadi awal dari kebangkitan intelektual pelajar NU di Labuapi khususnya, dan Lombok Barat umumnya. Mari kita maksimalkan diskusi ini dengan semangat belajar, berdiskusi, dan bergerak.

Muammar Khadafi, Ketua PC IPNU Lombok Barat, sangat mengapresiasi inisiatif PAC IPNU Labuapi dalam menyelenggarakan “Diskusi Tokol Besile” ini. Tema yang diangkat bukan hanya menarik, tetapi juga sangat penting dalam merespons tantangan pendidikan di era Gen Z.

Khadafi berharap forum ini tidak berhenti di sini saja. “Semoga ini menjadi langkah awal dalam menghidupkan diskusi-diskusi rutin di kalangan pelajar NU. Kita butuh ruang-ruang dialog intelektual, bukan hanya untuk memperkuat wawasan, tapi juga sebagai wadah untuk melatih keberanian berbicara, berpikir kritis, dan menyusun gagasan,” ujarnya.

Di era ini, pelajar NU harus tampil beda. Jangan hanya jadi bagian dari tren digital, tetapi jadilah pelaku yang bisa memberikan warna. Jadilah pelajar NU yang literat secara teknologi, tapi juga kuat secara spiritual dan akhlak. Mari terus hidupkan diskusi, karena dari diskusi lahir kesadaran. Dari kesadaran lahir gerakan, dan dari gerakan lahir perubahan.

Gen Z adalah generasi yang lahir berdampingan dengan teknologi super canggih. Mereka tidak hanya melek teknologi, tapi dibesarkan di dalamnya. Mereka mengenal layar sebelum mengenal kertas. Mengenal suara mesin pencari sebelum guru mengajar di papan tulis. Mereka hidup dalam dunia yang serba cepat, serba instan, dan serba digital.

Namun pertanyaannya, apakah pelajar NU siap menyikapi realitas ini?

Sebagai pelajar NU, kita tidak boleh hanya bangga sebagai bagian dari Gen Z yang digital native. Kita harus mampu mengintegrasikan nilai-nilai ke-NU-an dan keislaman dalam kehidupan digital kita. Itulah tantangan utama pendidikan hari ini.

Pendidikan bagi Gen Z bukan hanya soal menguasai teknologi, tetapi mengelola informasi dengan etika, memilah kebenaran, dan menjaga akhlak dalam ruang digital. Kita harus membekali diri dengan kemampuan literasi digital, literasi media, serta literasi spiritual.

Yang kedua, pendidikan karakter menjadi semakin penting. Di tengah gempuran konten-konten digital yang cenderung hedonis dan permisif, pelajar NU harus menjadi duta nilai—membawa semangat tawasut, tawazun, dan tasamuh dalam pergaulan Gen Z.

Yang ketiga, kita harus mampu membentuk komunitas belajar yang sehat. Kita tidak bisa belajar sendiri. Kita butuh ekosistem belajar yang kolaboratif, kritis, tetapi tetap penuh adab. Forum seperti ini adalah salah satu jawabannya.

Sebagai bagian dari Nahdlatul Ulama, pelajar NU harus tampil sebagai pelajar yang cerdas dalam nalar, bersih dalam akhlak, dan produktif dalam karya. Jangan jadi generasi rebahan. Jadilah generasi yang membaca, menulis, berdiskusi, dan bergerak.

Terakhir, saya ingin mengajak kita semua untuk melihat pendidikan bukan sekadar tempat sekolah atau bangku kelas. Pendidikan adalah proses hidup. Maka, mari kita isi hidup ini dengan belajar terus menerus. Jadikan HP bukan sekadar hiburan, tetapi alat produktif. Jadikan media sosial bukan ruang pamer, tetapi ruang dakwah dan dakwah bil hal. Semoga diskusi ini menjadi titik awal kebangkitan intelektual pelajar NU di era Gen Z.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Editor: Aji Santoso

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Skip to content