Darah di Jalan Senayan: Demokrasi Indonesia dalam Krisis Kemanusiaan

Peristiwa tragis di sekitar Gedung DPR pada akhir Agustus 2025, ketika seorang warga sipil kehilangan nyawa akibat kelalaian dalam penanganan demonstrasi, menjadi sorotan tajam publik. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan serius: sejauh mana demokrasi Indonesia mampu menjamin rasa aman bagi rakyatnya? Tragedi tersebut bukan hanya meninggalkan duka, tetapi juga membuka luka mendalam dalam perjalanan demokrasi bangsa.

Demokrasi yang Kehilangan Rasa Aman
Demonstrasi adalah ekspresi sah dari kebebasan berpendapat. Namun, ketika aksi rakyat justru berakhir dengan hilangnya nyawa, sesungguhnya demokrasi telah kehilangan nuraninya. Demokrasi tidak boleh hanya dipahami sebatas kebebasan bersuara, tetapi juga mencakup kewajiban negara untuk melindungi rakyat, termasuk mereka yang sama sekali tidak terlibat dalam aksi.

Sebagai kader Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), saya memandang peristiwa ini sebagai tanda lemahnya komitmen negara dalam menegakkan nilai kemanusiaan sebagai fondasi demokrasi. Negara yang lalai melindungi rakyat kecil sesungguhnya sedang mengkhianati amanah rakyat itu sendiri.

Tanggung Jawab Negara dan Aparat
Tragedi di Senayan memperlihatkan dua masalah mendasar. Pertama, lemahnya profesionalisme aparat keamanan yang sejatinya menjadi pengayom masyarakat. Kedua, gagalnya lembaga legislatif dalam menyerap aspirasi rakyat hingga demonstrasi berubah menjadi kericuhan.

Permintaan maaf semata tidak cukup. Negara wajib menegakkan hukum secara transparan. Aparat yang bersalah harus diproses tanpa pandang bulu. Evaluasi menyeluruh terhadap prosedur pengamanan aksi mutlak dilakukan. Bahkan, tim pencari fakta independen perlu dibentuk untuk memastikan keadilan benar-benar ditegakkan.

Perspektif Moral dan Kemanusiaan
Sebagai kader IPNU, saya meyakini bahwa tragedi ini bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga persoalan moralitas. Hilangnya satu nyawa rakyat kecil di jalanan Senayan harus menjadi panggilan nurani bangsa. Demokrasi yang hanya meninggalkan luka dan air mata bukanlah demokrasi yang kita cita-citakan.

IPNU sebagai wadah pelajar Nahdlatul Ulama memiliki tanggung jawab moral untuk terus mengingatkan bahwa demokrasi sejati adalah demokrasi yang menjunjung tinggi martabat manusia. Demokrasi tanpa kemanusiaan hanyalah slogan kosong.

Penulis: Kholil Helmi, Sekretaris PAC IPNU Bluto, Sumenep.
Editor: Achmad Subakti

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Skip to content