Manado, Sirekan
Pimpinan Wilayah (PW) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Sulawesi Utara menyampaikan kritik keras terhadap pernyataan Ketua DPRD Sulut, Fransiscus Andi Silangen, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV DPRD Sulut yang membahas Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis zonasi, Rabu (09/07/2025).
Dalam rapat yang digelar pada Senin, (23/06/2025), Fransiscus menyampaikan bahwa murid seharusnya tidak memilih-milih sekolah. Namun, pernyataan tersebut disertai dengan guyonan yang dinilai bernada merendahkan. Ia mengatakan, “Kalau dia bodok-bodok (bodoh), mo sekolah di manapun tetap bodok.”
Ucapan tersebut menuai reaksi dari berbagai kalangan, salah satunya datang dari PW IPNU Sulut yang menilai bahwa pernyataan itu tidak etis dan justru berpotensi mencederai semangat inklusivitas dalam dunia pendidikan.
“Kami menyayangkan ucapan Ketua DPRD Sulut yang justru mereduksi makna pendidikan menjadi sekadar soal kepintaran dan guyonan murahan. Padahal, setiap siswa memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang di lingkungan yang mendukung, tanpa harus distigma atau direndahkan berdasarkan kemampuan akademik maupun sekolah pilihannya,” tegas Kevin Bidasi, Ketua PW IPNU Sulut.
Menurutnya, pendidikan seharusnya menjadi ruang yang membebaskan dan memperkuat karakter, bukan tempat untuk melabeli siswa sebagai “bodoh” atau “tidak layak.” Pernyataan seperti itu, meski disampaikan dengan nada bercanda, dianggap tidak mencerminkan sikap negarawan yang seharusnya melekat pada seorang pimpinan lembaga legislatif daerah.
“Kami tidak membenarkan gaya komunikasi publik seperti itu. Sangat disayangkan jika pejabat sekelas Ketua DPRD justru gagal menjadi teladan dalam menyampaikan narasi yang membangun. Pendidikan adalah soal proses, bukan penghakiman,” lanjut Kevin.
Sebagai bentuk tanggung jawab moral terhadap generasi muda, PW IPNU Sulut mengajak DPRD Sulut, khususnya Komisi IV dan Ketua DPRD, untuk membuka ruang dialog bersama organisasi pelajar, pendidik, dan pemerhati pendidikan guna membahas sistem zonasi secara lebih bijak dan manusiawi.
“Kami membuka ruang dialog dan kolaborasi. Bukan untuk mencari siapa yang salah, tetapi untuk memastikan bahwa kebijakan pendidikan benar-benar berpihak pada anak-anak, dan tidak dijadikan bahan candaan yang justru menyakiti,” pungkas Kevin.
PW IPNU Sulut menegaskan bahwa pelajar bukan sekadar objek pasif dalam kebijakan pendidikan. Mereka adalah bagian penting dari masa depan daerah dan layak diperlakukan dengan hormat—terlepas dari zonasi, nilai, atau latar belakang sosial yang mereka miliki.
Penulis: Ahmad Rizki Saputra
Editor: Cak Rul