Bekasi, SiRekan
Kunjungan Pelajar NU Pondok Gede ke kediaman K.H. Nafis Qurtubi di Pondok Pesantren Al-Anshor, Bekasi pada Sabtu (29-11) berlangsung hangat dan penuh adab. Sejak memasuki halaman pesantren, para pelajar dari PAC IPNU-IPPNU Pondokgede disambut aroma khas lingkungan pondok. Dari suara santri mengaji, lantunan ayat Al-Qur’an yang mengalun pelan, sampai atmosfer teduh yang membuat hati merunduk hormat.
Para pelajar menata barisan rapi sebelum memasuki ndalem kiai. Ketika K.H. Nafis Qurtubi keluar menyambut mereka, seketika suasana menjadi lebih khidmat. Para pelajar menunduk, mencium tangan beliau, sebuah simbol tawaduk yang telah menjadi budaya adab ilmiah di lingkungan Nahdlatul Ulama.
Setelah duduk melingkar di ruang tamu ndalem, perbincangan dimulai dengan canda ringan sang kiai yang membuat seluruh peserta merasa lebih cair. Namun perlahan, arah pembicaraan memasuki inti nasihat yang dalam dan tajam.
K.H. Nafis Qurtubi menegaskan bahwa pelajar NU, baik IPNU maupun IPPNU, memikul amanah yang tidak ringan. “Kalian ini garda terdepan,” ujar beliau, “karena di tangan generasi mudalah masa depan Nahdlatul Ulama dibentuk.” Beliau kemudian membahas tantangan generasi Z, dari dinamika teknologi, perubahan sosial yang cepat, serta pola pikir yang serba instan. Menurut beliau, tantangan ini bukan untuk ditakuti, tetapi untuk dipahami dan disikapi dengan ilmu yang benar serta karakter yang matang.
Beliau menekankan bahwa tugas pelajar NU bukan hanya belajar di sekolah atau madrasah, tetapi juga berjuang beramar makruf-nahi munkar, meluruskan pemahaman keagamaan, dan mempertahankan akidah ahlusunah waljamaah. “Kalau kalian tidak tegak dengan ilmu, maka siapa yang akan menjaga tradisi ulama kita?”, tegas Beliau.
Suasana dialog terasa sangat intim. Para pelajar tidak hanya mendengarkan, tetapi juga bertanya tentang peran mereka di tengah masyarakat, cara menghadapi perbedaan pandangan keagamaan hingga bagaimana menjaga integritas sebagai pelajar di era media sosial. K.H. Nafis menjawab satu per satu dengan jernih dan penuh kelembutan, namun tetap tegas, sebuah ciri khas para masyayikh NU.
Kunjungan itu menjadi momen penting bagi para pelajar. Selain mendapatkan nasihat keilmuan, mereka juga belajar langsung tentang keteladanan: cara seorang ulama berbicara, menyampaikan argumentasi, menyampaikan kritik dengan hikmah, serta menunjukkan kasih sayang kepada generasi muda.
Kontributor: Muhammad Firdaus AlVarro
Editor: Fahri Reza M.
