Kediri, SiRekan
Gelombang demonstrasi yang berujung anarki di Kabupaten Kediri mendapat perhatian serius dari Pimpinan Anak Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Puncu. Melalui diskusi yang digelar pada Minggu (31/8/2025) pagi di kantor MWCNU Puncu, mereka menegaskan bahwa aspirasi rakyat harus diperjuangkan lewat cara-cara damai, bukan melalui kekerasan maupun tindakan destruktif.
Pernyataan tersebut disampaikan menyusul kerusuhan yang terjadi pada Sabtu (30/8/2025) dini hari, ketika massa melakukan pembakaran kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kediri di Ngasem serta kantor Satlantas Polres Kediri di Pare. Menurut PAC IPNU-IPPNU Puncu, aksi perusakan dan pembakaran gedung justru mencederai nilai demokrasi sekaligus merugikan masyarakat luas.
“Kami turut berduka atas wafatnya saudara Affan yang menjadi korban dalam demonstrasi di Jakarta. Tragedi ini mencerminkan kegagalan menciptakan ruang demonstrasi yang aman dan bermartabat,” ujar perwakilan PAC IPNU-IPPNU Puncu dalam keterangan resminya.
Organisasi pelajar NU itu menegaskan, menyampaikan kritik terhadap kebijakan negara tetap menjadi hak setiap warga negara dan merupakan bagian dari praktik demokrasi. Namun, mereka menolak keras segala bentuk penjarahan, perusakan, maupun aksi anarkis lainnya. Menurut mereka, tindakan semacam itu hanya merusak legitimasi gerakan rakyat dan mengikis kepercayaan publik terhadap masyarakat sipil.
Lebih lanjut, PAC IPNU-IPPNU Puncu mengingatkan bahwa demonstrasi hanya akan bermakna jika ditempatkan dalam kerangka perjuangan yang rasional, etis, dan konstitusional. Mereka juga menekankan bahwa kekerasan, baik dari massa aksi maupun aparat, berpotensi menimbulkan lingkaran ketidakpercayaan antara rakyat dan negara. Karena itu, pemerintah didorong untuk mengedepankan pendekatan dialogis, transparan, dan humanis dalam menjaga keamanan serta merespons aspirasi masyarakat.
Sebagai penutup, PAC IPNU-IPPNU Puncu menyerukan kepada seluruh elemen bangsa, khususnya generasi muda, agar menjadikan kritik dan protes sebagai sarana pendidikan politik, bukan sebagai jalan destruksi. “Perubahan sejati lahir dari komitmen membangun keadilan sosial melalui mekanisme demokrasi yang sehat, terbuka, dan bermartabat,” tegasnya.
Kontributor: Mohammad Reno Nur Renata
Editor: Ikbar Zakariya